Rabu, 20 April 2011

PENATAAN RUANG WILAYAH PERKOTAAN BERBASIS PARTISIPATIF

Pendahuluan

Kota merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan jumlah penduduk dan luas wilayah juga berkembang dengan sangat besar pula, dengan karateristik dan persoalan yang berbeda serta spesifik. Oleh karenanya suatu kota memerlukan pengelolaan tersendiri dalam hal pemecahan persoalan yang dihadapi, penyediaan prasarana dan layanan perkotaan, serta pengelolaan lingkungannya.
Hal-hal tersebut menuntut pemikiran tersendiri bagi pengelolaan suatu kota yaitu perlunya penyediaan kesempatan kerja yang lebih baik, perlunya penyediaan permukiman/tempat tinggal yang memadai, perlunya penyediaan prasarana dan sarana transportasi/ekonomi perkotaan dan lingkungan yang nyaman, aman dan berkelanjutan
Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi Rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan oleh berbagai sektor yang mengisi fungsi-fungsi ruang; serta pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas proses pengawasan (pemantauan, pelaporan, dan evaluasi) serta penertiban (pengenaan sanksi dan perizinan) terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana tata ruangnya. Upaya pengendalian pemanfaatan ruang akan memberikan dampak bagi proses perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang, baik positif maupun negatif terhadap kondisi ruang dalam suatu kota.
Dalam setiap unsur perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, karakteristik penataan ruang sangat terkait erat dengan sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan bahkan pertahanan-keamanan. Oleh karenanya penataan ruang menekankan pendekatan kesisteman yang kompleks berlandaskan 4 (empat) prinsip utama yakni : (1). holistik dan terpadu, (2). keseimbangan antar fungsi kawasan (misal antar kotadesa, lindung-budidaya, pesisir-daratan, atau hulu-hilir), (3). keterpaduan penanganan secara lintas sektor/stakeholders dan lintas wilayah administratif, serta (4). pelibatan peran serta masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pada dasarnya upaya penataan ruang perlu diarahkan pada pencapaian visi strategis ke depan yang akan menjiwai seluruh gerak langkah penyelenggaraannya. Visi strategis penyelenggaraan penataan ruang dimaksud adalah “terwujudnya ruang Nusantara yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia”.
Sesuai dengan prinsif dasar otonomi daerah bahwa pembangunan yang dilakukan hendaknya dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah, disamping itu bagaimana kemampuan daerah mengalokasi dana yang tersedia secara proporsional dan dalam waktu yang bersamaan mampu menggali potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan sebagai sumber pendapatan asli, sebagai upaya mengoptimalkan kinerja pembangunan daerah, dengan tetap memperhatikan keseimbangan pemanfaatan ruang sesuai dengan visi dan misi kota mewujudkan keserasian wilayah budidaya dan lindung, serta berkelanjutan guna mencapai kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan.
Dalam kerangka negara kesatuan, meskipun daerah diberikan otonomi secara luas, tetapi tetap diperlukan adanya konsistensi baik hal keterpaduan substansi maupun kesamaan visi-misi secara nasional. Oleh karena itu sesuai dengan kewenangannya, pemerintah pusat berkepentingan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis dan pedoman-pedoman teknis yang berlaku secara umum yang berhubungan dengan penataan raung strategis kota

Konsep Wilayah dan Pengembangannya
Secara yuridis menurut Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure trait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspk administratif dan/atau aspek fungsional.
Sedangkan berdasarkan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian daerah adalah kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Rustiadi et. all (2008) wilayah dapat diklasifikasikan kedalam tiga klasifikasi yaitu : (1) wilayah homogen (Uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region).
Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pambangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasil produk barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. (Lincolin Arsyad, 2004).
Menurut Anwar (2005) pertimbangan dalam pembangunan wilayah membutuhkan pendekatan multi dimensional, terutama yang menyangkut : (1) peranan teknologi dalam peningkatan produktivitas, (2) pembangunan sumberdaya manusia (khususnya yang menyangkut aspek-aspek kesehatan dan pendidikan), (3) pembangunan infrastruktur fisik dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup, dan (4) pembangunan administrasi dan finansial, termasuk mendorong partisipasi luas kepada masyarakat dan memperhitungkan aspek politik-institusional.
Inovasi atau pembukaan daerah baru mungkin menghasilkan perubahan struktural, yang demikian akan memperluas pasar domestik dan memperluas pasar luar negeri. Penemuan tehnik hanya timbul dalam masyarakat yang memiliki tradisi yang memungkinkan anggotanya melakukan eksperimen, sadar untuk mengatasi keterbatasan kemampuan fisik mereka yang dengan kata lain menyadari akan perlunya melakukan ekspansi. (M.L. Jhingan, 2007)
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan. United Nation Center for Regional Development dalam Tjahja Supriatna titik beratnya pada pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi yang dicirikan oleh : a.) pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan pada kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial disektor kesehatan dan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. b.) Pembanguan yang ditujukan pada pembangunan sosial seperti keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya serta menciptakan kedamaian, dan c.) Pertumbuhan yang diorentasikan pada manusia untuk berbuat melalui people centered development dan promote the empowerment people (Tjahja Supriatna, 2000)
Struktur tata ruang wilayah yang meliputi sistem jaringan dan pusat-pusat kegiatan yang membentuk ruang fisik wilayah harus mendukung dan kondusif bagi pengembangan sektor unggulan yang telah ditentukan, khususnya dalam hal kegiatan pemanfaatan ruang atau kegiatan pembangunan yang menggunakan faktor-faktor produksi ( seperti tenaga kerja, kapital, teknologi dll.) dan memiliki eksternalitas negatif baik dampak yang berupa bahan pencemar, sedimen, maupun terhadap perubahan bentang alam, dll.

Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan dan Penataan Ruang

Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa dan perbedaan lokal. Mendukung sistem-sistem swaorganisasi yang dikembangkan disekitar satuan-satuan organisasi berskala manusia dan komunitas-komunitas swadaya. Tehnik ini mengutamakan bentuk-bentuk organisasi swadaya yang menonjolkan peranan individu dalam proses pengambilan keputusan dan menyerukan dipakainya nilai-nilai manusia dalam pembuatan keputusan, proses-proses membangun pengetahuannya didasarkan pada konsep-konsep dan metode-metode belajar sosial.
Secara jelas bahwa keputusan yang diambil dalam perencanaan pembangunan dalam dimensi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai sentral dari pembangunan center of development, karena rakyatlah yang kelak menikmati dan merasakan dampak dari pembangunan bukan para pengambil keputusan yang jauh dari objek pembangunan.
Peran dari organisasi swadaya masyarakat serta jaringan kerja dalam pembangunan menjadi mitra, sebagai kekuatan baru dalam tatanan masyarakat yang saling bersinerji menunjang proses pembangunan, dinilai lebih effisien dan efektif sebagai pelaksana dan kontrol yang menciptakan skala ekonomi kecil, sebagai sektor-sektor penunjang. Keanggotaan suatu kelompok memberikan sumber bagi kehidupan dan identitas emosional dan rasa aman, dan saling mengasihi, dalam jaringan masyarakat madani, hal ini sangat sulit didapatkan dalam pola produksi kapitalis, yang hanya berorientasi ekonomis.
Variabel non ekonomis perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pembangunan, seperti halnya faktor kependudukan, pendidikan dan kesehatan, dan fasilitas sosial lainnya, untuk meningkatkan kwalitas sumberdaya manusia, dan kwalitas kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai usaha untuk meningkatkan produksi melalui peranan buruh dan produktivitas tenaga kerja.
Indikator keberhasilan pembangunan bukan hanya dari pembangunan fisik, sarana dan prasarana saja, namun lebih jauh dari pada itu bagaimana pembangunan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial yang pada kenyataannya lebih kompleks, bagaimana pembangunan yang memberikan keuntungan sosial atau paling tidak mengurangi beban biaya sosial faktor-faktor sosial harus diperhitungkan dalam setiap program pembangunan, dan bagaimana pembangunan menciptakan keadaan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin, meskipun kepentingan pembangunan sering menimbulkan konflik kepentingan diantara pemerintah dan masyarakat
Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara para pelaku pembangunan diselesaikan melalui pendekatan musyawarah, dan media partisipatif lainnya. Penataan ruang juga memperhatikan dan mengadopsi akan adanya hak adat/tradisional dan hak-hak lainnya yang sudah hidup dan berlaku dalam sistem tatanan sosial setempat.
Penataan ruang merupakan kebijakan publik yang bermaksud mengoptimalisasikan kepentingan antar pelaku pembangunan dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Penataan ruang juga menterpadukan secara spatial fungsi-fungsi kegiatan pemanfaatan ruang, baik antar sektor maupun antar wilayah administrasi pemerintahan agar bersinergi positif dan tidak mengganggu.
Penataan ruang meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam perencanaan tata ruang perlu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan terjadinya produk rencana, yaitu :
-Konsensus, adanya peran serta aktif dan kesepakatan-kesepakatan antar pelaku pembangunnan di dalam penyusunan rencana
-Konsistensi, secara teknis ada kesamaan materi dengan rencana-rencana pada tingkat makro
-Legitimasi, produk rencana diakui, dapat diterima dan ditaati oleh semua pelaku pembangunan (karena memperhatikan faktor konsensus di atas)
-Legal aspek, produk rencana mempunyai kekuatan dan kepastian hukum
-Kompensasi, memperhatikan konsekuensi-konsekuensi biaya dampak yang ditimbulkan oleh akibat rencana tata ruang dilaksanakan, baik terhadap biaya dampak lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi.
Pemerintah, dalam hal ini termasuk sebagai pelaku pembangunan, sebaiknya bukan hanya sebagai pengambil keputusan kebijakan tata ruang, tetapi dituntut peranannya sebagai fasilitator dalam kegiatan penataan ruang, sehingga perencanaan dapat lebih didekatkan kepada masyarakat ataupun pelaku pembangunan, karena masyarakatlah yang menerima dan menikmati hasil-hasil pembangunan, sebagai tujuan akhir dari suatu pembangunan, sehingga dengan demikian pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, keputusan dan pelaksanaan menjadi suatu yang sangat penting.
Adapun prinsip dasar pelayanan pelibatan masyarakat dalam proses penataan ruang oleh pemerintah kota dengan beberapa prinsif dasar. Sebagaimana disebutkan Handiman Rico bahwa pelibatan masyarakat dalam penataan ruang untuk mendukung pembangunan wilayah, maka
beberapa prinsip dasar yang perlu diperankan oleh pelaksana pembangunan adalah sebagai berikut:

1). Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses penataan ruang;
2). Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses penataan ruang;
3). Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya;
4). Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika dan moral;
5). Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.
Prinsip - prinsip dasar tersebut dimaksudkan agar masyarakat sebagai pihak yang paling terkena akibat dari penataan ruang harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan yang dilegitimasi oleh birokrasi yang sering tidak dipahaminya. Masyarakat juga bagian dari Rakyat Indonesia yang sudah sepatutnya mendapat perlindungan HAM yang dapat dirumuskan dalam perencanaan tata ruang, seperti hak memiliki rasa aman terhadap keberlanjutan ekonomi, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, hak untuk mendapatkan rasa aman terhadap keberlangsungan hidup dan kehidupan dalam suatu wilayah dan lainnya.

Prinsip Dasar Pelayanan Pelibatan Masyarakat
Pemerintah Kabupaten/Kota wajib :
-Menempatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan;
-Mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat secaraaktif dalam seluruh proses penataan ruang, dari proses penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang;
-Seluruh masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama;
-Seluruh masyarakat memiliki kesetaraan dalam keikutsertaannya;
-Mengetahui rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota;
-Masyarakat menerima manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang akibat penataan ruang.

Paradigma Baru dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

1. Peran serta masyarakat dalam penataan ruang kawasan perkotaan merupakan suatu keharusan agar berbagai ide dan aspirasi orisinil stakeholders dapat terakomodasi secara adil dan seimbang, termasuk bagi kelompok-kelompok marginal perkotaan. Pelibatan masyarakat perlu dikembangkan berdasarkan konsensus yang disepakati bersama serta dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial-budaya setempat (local unique) dan model kelembagaan setempat seperti misalnya melalui forum kota atau rembug masyarakat.
2. Penerapan prinsip-prinsip good urban governance secara luas dan konsisten dalam pengelolaan kawasan perkotaan. Walaupun kampanye terhadap good governance di dunia telah dikembangkan sejak awal tahun 1990-an, namun bagi Indonesia, pengadopsian prinsip-prinsipnya belum mencapai taraf yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karenanya, otonomi daerah merupakan momentum yang tepat bagi para pengelola kota dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance untuk peningkatan kualitas pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Pemanfaatan dukungan teknologi informasi dalam proses pengambilan keputusan atau intervensi kebijakan penataan ruang telah menjadi kebutuhan yang nyata seiring dengan kompleksitas permasalahan kawasan perkotaan yang dihadapi serta tuntutan atas peningkatan pelayanan publik oleh masyarakat.
4. Pengembangan bentuk-bentuk kemitraan antar kota-kota otonom dalam kawasan perkotaan atau antar kawasan perkotaan atau antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan menjadi pilihan strategis pada era otonomi daerah. Pilihan ini didasarkan atas kebutuhan untuk mengelola ruang kawasan – termasuk didalamnya prasarana dan sarana – secara terpadu sehingga proses delivery nya menjadi lebih efektif dan efisien.
Selain itu pengembangan model kemitraan diharapkan dapat meminimalkan potensi konflik pemanfaatan ruang lintas wilayah, menghindari terjadinya pemanfaatan ruang yang tidak sinkron pada kawasan perbatasan (hulu – hilir), serta mengurangi inefisiensi dan biaya transaksi yang terlalu besar.
5. Pengembangan inisiatif, potensi, dan keunggulan lokal dalam perencanaan, pembangunan dan pengendalian pembangunan berbasis masyarakat (community base development). Peran pemerintah dalam hal ini lebih dititikberatkan pada upaya pemberdayaan (empowerment), penciptaan iklim yang kondusif (enabling environment) serta peran fasilitator pembangunan yang menjembatani berbagai aspirasi dan kepentingan masyarakat tersebut.
6. Perencanaan tata ruang dengan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat, sehingga rencana tata ruang dapat dipandang sebagai ”dokumen kesepakatan” antara seluruh stakeholders. Dengan kata lain, kita dituntut untuk sebanyak mungkin menerapkan ”community-driven planning”.
7. Pembagian peran secara proporsonal antar seluruh stakeholders yang terlibat dalam perencanaan, pemanfaatan ruang (pembangunan), dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan memperhatikan kemampuan masing-masing pihak. Agar seluruh stakeholders dapat menjalankan perannya secara optimal, perlu ditunjang dengan sistem kelembagaan yang memadai.

Pembangunan Kawasan Perkotaan

Upaya-upaya yang dilakukan dalam pengelolaan kawasan perkotaan harus dalam kerangka untuk mewujudkan tujuan pembangunan kawasan perkotaan. Antisipasi berbagai permasalahan akibat terjadinya perubahan fungsi ruang atau pengalihan fungsi lahan kawasan perkotaan sebagai akibat dari dinamika kegiatan pembangunan kawasan menjadi pertimbangan penting dalam mengelola kawasan perkotaan. Selain itu upaya untuk :
a.Mengatur pemanfaatan ruang kawasan perkotaan guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan pencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial;
b.Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras dan seimbang antar perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat;
c.Mencapai kualitas tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang dalam pengembangan kualitas hidup manusia;
d.Meningkatkan peran pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam pembangunan kawasan perkotaan sebagai usaha bersama sesuai dengan tatanan yang efisien, efektif, demokratis, dan bertanggung jawab;
e.Mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam upaya menciptakan kawasan perkotaan sebagai ruang kehidupan yang serasi, selaras, seimbang, layak, berkeadilan, berkelanjutan, dan menunjang pelestarian nilai-nilai sosial budaya.

Penutup

Penataan ruang kota hendak dapat menciptakan suatu wilayah kota yang dapat memberikan kenyamanan, kepastian atas keamanan dalam kebedaraannya pada suatu ruang wilayah kota dan menjamin keberlanjutan bagi kondisi ruang yang ada pada masa yang akan datang, serta dapat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat kota, berkeadilan dan berkemakmuran.
Setiap proses perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan penataan ruang wilayah kota melibatkan masyarakat secara luas, masyarakat adalah sebagai center of development bukan sebagai obyek, karena masyarakatlah sebagai penikmat akhir pembangunan, sehingga dengan demikian pemerintah tidak dapat mengabaikan masyarakat dalam segala proses penataan ruang kota.

Bahan Bacaan :
Anwar Affendi, 2005, Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan : Tinjauan Kritis, P4WPress, Bogor
Arsyad Lincolin, 2004, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ke empat, STIE, Yogyakarta
Fredian Tonny.N, 2009, Perencanaan Partisipatif, Bahan Kuliah Perencanaan Partisipatif, PWL, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor
M.L. Jhingan, 2007, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Edisi Ke enambelas, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Rustiadi et. All, 2008, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor
Santun Sitorus, 2009, Bahan Kuliah Penataan Ruang, PWL, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor
Supriatna Tjahja, 2000, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, Rineka Cipta, Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang
Peraturan Menteri Dalam Negeri N0. 51 Tahun 2007, Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat

Selasa, 19 April 2011

TITIK BALIK KEHIDUPAN

TITIK BALIK KEHIDUPAN

Desir angin dan gelombang yang saling berkejaran dipantai membawa ku pada sebuah lamunan. Pikiranku menerawang jauh oh... alangkah nikmatnya hidup ini jika seperti angin, hanya memberi kesejukan dan berprilaku seperti gelombang secara tertib perlahan dari laut menuju pantai, teratur bergantian, tidak terlihat ingin saling mendahului, hingga terhempas di bibir pantai.

Ditengah laut terlihat perahu nelayan timbul tenggelam, terayun-ayun dihempas gelombang kadang kelihatan dan terkadang tidak, fikiranku menerawang nikmatnya menjadi nelayan menggali rezeki yang disediakan Allah, sebuah kehidupan yang nda macam-macam, nda neko-neko apa didapatkan dari hasil tangkapan itu rezeki yang Allah berikan.

Tiba-tiba pukulan keras mendarat dibahuku ”Heeh Jangan melamun di pantai nanti kau kerasukan, dibawa hantu laut baru tahu” Kata temanku. ”Enda aku sedang berfikir tentang arti semua kehidupan ini”. Sebenarnya apa sih yang Allah SWT rencanakan untuk manusia, untuk saya, juga untuk Kau, dan untuk kita semua. Mengapa dan untuk apa kita dilahirkan? Bukankah kita sering mendengar bahwa ketika kita masih berumur empat bulan dalam kandungan ibu, ketika saat mulai terbentuknya jasad, dengan tulang rangka yang sudah utuh, dilengkapi dengan segala organ kemanusiaan yang sempurna dan lengkap, pada saat ruh ditiupkan oleh Allah ketika janin telah berwujud manusia, di kala itu sang cabang bayi berjanji kepada Allah SWT.
Pada saat itu ruh yang baru saja ditiupkan ke jasad cabang bayi dihadapkan pada dua pilihan jawaban yang diberikan oleh Allah SWT, yaitu ”Ya” atau ”Tidak”. Jika jawaban dari dialog itu adalah ”Ya”, maka cabang bayi dilahirkan dalam keadaan hidup artinya si cabang bayi mampu mengemban dan melaksanakan amanat sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi, jika pilihan jawaban kedua ”Tidak”, maka cabang bayi Insya Allah dilahirkan dalam keadaan tidak bernyawa atau hanya diberikan kesempatan sebentar saja untuk menghirup udara dunia, kemudian menghembuskan nafas terakhir, karena tidak mampu memikul beban amanat dari Allah SWT, atau mungkin dilahirkan dalam keadaan hidup namun tidak memiliki umur panjang, di jemput oleh Allah SWT sebelum memasuki aqil baliq, sebelum diri ternoda dengan kehidupan dunia, sebelum terlanjur berbuat dosa dan maksiat.

Tentang bagaimana dengan rezekinya ketika hidup di bumi, bagaimana cara memperoleh dan memanfaatkan rezeki yang Allah SWT sediakan, siapa yang akan menjadi jodoh dan pasangan hidupnya kelak, serta digunakan untuk apa ketika hidup di dunia, itulah yang menjadi tugas yang akan dilaksanakan khalifah di muka bumi. Pada kondisi demikian Allah SWT sebenarnya ingin menunjukkan kasih sayangnya kepada manusia, bahwa Allah SWT tidak ingin hambaNya hidup sia-sia di dunia yang kelak hanya berbuat dosa dan maksiat.

Akupun teringat oleh pesan Sang Maha Pencipta dalam KitabNya yang Agung ; ”Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah”. (Faathir : 11)
Demikianlah Allah SWT melalui Rasul Muhammad SAW mengajarkan dan menerangkan kepada kita tentang bagaimana proses kejadian manusia tidak ada satupun peristiwa yang luput dari pengawasan dan pengetahuan Allah SWT, begitu pula halnya dengan perjalanan hidup yang akan dilalui manusia di dunia setelah dilahirkan dan setuju dengan syarat-syarat sesuai dengan ketetapan oleh Allah SWT sebagai khalifahNya dimuka bumi.

Peristiwa demi peristiwa selalu dalam pengawasan Allah, sebuah sistem manajemen pengawasan yang paripurna, guna menunjang kualitas produk yang dihasilkan menjadi insan yang sempurna lahir bathin, Allah SWT tidak menginginkan kegagalan produk.
Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya mengapa ada anak manusia yang terlahir dalam keadaan kurang sempurna, cacat sebagian tubuh atau seluruh tubuh bayi yang akan dilahirkan, ini pun merupakan bagian dari kasih sayang Allah SWT, bahwa Allah SWT mencoba mengingatkan sebenarnya Allah SWT juga memberikan hak kepada kedua ibu bapak kita agar berperan serta aktif dalam menyediakan bahan baku utama untuk menghasilkan seorang anak manusia yaitu ”Nutfah” yang diproduksi oleh kedua anak manusia yang berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan (sperma dan ovum) dengan kualitas yang baik, bermutu dari sumber makanan yang halal dan baik, bagaimana jenis dan cara mendapatkan makanan itu.
Demikian pula wadah rahim yang layak, bagus dan sempurna, sebagai tempat bersemayamnya cabang bayi dalam kandungan ibu selama lebih kurang sembilan bulan sepuluh hari, disinilah saatnya seorang ibu mengambil perannya memberikan perhatian dan kasih-sayang terhadap cabang bayi, memberikan makanan dari sumber-sumber yang halal dan baik pula, menjaga keseimbangan makanan, tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan, memenuhi standar gizi dan kesehatan.

Kebutuhan rohani bagi si cabang bayi juga harus terpenuhi dengan asupan kalimat-kalimat Ilahi dari Kitab Sucinya Al Qur’an, serta tak lupa untaian kalimat Shalawat kepada Rasul yang Agung Muhammad SAW, dan syair-syair indah karya para ulama besar, agar kelak terlahir anak manusia yang memiliki kualitas, sesuai dengan kehendak dan ridha Allah SWT, dan kehendak kedua orangtua.
Menantikan kelahiran bagi aba dan umi, ayah dan bunda laksana berada di dua kutub antara harap dan cemas, gembira dan was-was khawatir apa yang akan terjadi jika kelak melahirkan, apakah mendapat anak yang sempurna, sehat, gagah tampan atau cantik atau akan lahir anak yang tidak sempurna fisik dan mentalnya, bukan itu saja bahkan Allah SWT pun khawatir terhadap kualitas manusia yang dilahirkan ini apakah memiliki kesempurnaan khususnya kesempurnaan bathin, karena melalui bathin inilah terpancar sifat pengabdian, agar kelak mereka anak Adam tidak lengah. Cacat bathin lebih buruk akibatnya dibandingkan dengan cacat fisik, sebagaimana kekhawatiran Allah SWT seperti ayat tersebut di bawah ini

”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Al a’raf :172)

Sebagian manusia memang dapat hidup di dunia dalam jangka waktu panjang, namun tidak menjalankan perintah Allah, lalai dalam menjalankan misi kemanusiaan dan kekhalifahan, agar tidak terjadi lagi sengketa bahwa sesungguhnya manusia sering lengah dan berdalih bahwa, mereka demikian karena tidak menerima ajaran dari orangtua, tidak pernah tahu tentang ajaran Allah dan Rasul Muhammad SAW, tidak pernah sampainya ajaran para Ulama dan Ustadz atau beberapa alasan lain, sehingga Allah perlu menegaskan agar anak Adam tidak lengah dengan keesaan Allah.

Rabu, 13 April 2011

Pendidikan

PARADIGMA PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Oleh ; Jafar Sidik Salim


A. PERGESERAN PARADIGMA PEMBANGUNAN

Pada pertengahan awal masa pasca perang, pembangunan hanya ditinjau dari sudut ekonomi saja yang menjadi parameter pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, sebagai tujuan utama pembangunan artinya jika pertumbuhan ekonomi meningkat bahwa indikasinya akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan assumsi terjadi efek ganda (multiplier effect) dari produksi terhadap sektor lain, dan akan terjadi pemerataan pendapatan sebagai hasil dari trickle down effect, namun hal ini tidak berjalan sebagaimana harapan, yang terjadi justru menghasilkan ketimpangan pendapatan dan dampak yang sangat kecil pada sektor lain.
Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan sektor industri menghasilkan pembangunan yang tidak berimbang, dan sering mengesampingkan kepentingan manusia, pertumbuhan ekonomi yang mengesampingkan peningkatan kesejahteraan masyarakat menghasilkan struktur sosial ekonomi masyarakat yang timpang, jurang antara si kaya dan si miskin sangat lebar, pemilikan faktor-faktor produksi tertumpu pada golongan tertentu yang berorientasi kapital, hasil yang dicapai oleh negara berkembang yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi terpusat hanya pada kota-kota besar saja sementara di desa dan daerah yang jauh dari pusat kota cenderung tertinggal dari segala aspek yaitu : pendidikan, kesehatan, perumahan dan sarana prasarana serta fasilitas sosial lainnya Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan menghasilkan kerusakan lingkungan, memisahkan manusia dari lingkungannya, potensi-potensi lokal tergerus, menyebabkan arus urbanisasi meningkat tajam sehingga produktivitas desa menurun.
Era industri telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam membangun struktur dan sistem sosial masyarakat, sehingga melahirkan pradigma baru tentang pembangunan, menyajikan potensi-potensi baru yang penting guna memantapkan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia, keadilan dan kelestarian pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai suatu paradigma pembangunan oleh para ahli ekonomi dan perencana pembangunan, menjadi perhatian utama bahwa pertumbuhan ekonomi harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Pembangunan era pasca industri harus dibimbing oleh suatu paradigma baru yang didasarkan pada ide-ide, nilai-nilai, tehnik sosial dan teknologi alternatif. (Korten dan Syahrir, 1988). Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa dan perbedaan lokal. Mendukung sistem-sistem swaorganisasi yang dikembangkan disekitar satuan-satuan organisasi berskala manusia dan komunitas-komunitas swadaya. Tehnik ini mengutamakan bentuk-bentuk organisasi swadaya yang menonjolkan peranan individu dalam proses pengambilan keputusan dan menyerukan dipakainya nilai-nilai manusia dalam pembuatan keputusan, proses-proses membangun pengetahuannya didasarkan pada konsep-konsep dan metode-metode belajar sosial.
Secara jelas bahwa keputusan yang diambil dalam perencanaan pembangunan dalam dimensi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai sentral dari pembangunan center of development, karena rakyatlah yang kelak menikmati dan merasakan dampak dari pembangunan bukan para pengambil keputusan yang jauh dari objek pembangunan. Peran dari organisasi swadaya masyarakat serta jaringan kerja dalam pembangunan menjadi mitra, sebagai kekuatan baru dalam tatanan masyarakat yang saling bersinerji menunjang proses pembangunan, dinilai lebih effisien dan efektif sebagai pelaksana dan kontrol yang menciptakan skala ekonomi kecil, sebagai sektor-sektor penunjang, keanggotaan suatu kelompok memberikan sumber bagi kehidupan dan identitas emosional dan rasa aman, dan saling mengasihi, dalam jaringan masyarakat madani, yang sangat sulit didapatkan dalam pola produksi kapitalis, yang hanya berorientasi ekonomis.
Variabel non ekonomis perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pembangunan, seperti halnya faktor kependudukan, pendidikan dan kesehatan, dan fasilitas sosial lainnya, untuk meningkatkan kwalitas sumberdaya manusia, dan kwalitas kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai usaha untuk meningkatkan produksi melalui peranan buruh dan produktivitas tenaga kerja. Indikator keberhasilan pembangunan bukan hanya dari pembangunan fisik, sarana dan prasarana saja, namun lebih jauh dari pada itu bagaimana pembangunan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial yang pada kenyataannya lebih kompleks, bagaimana pembangunan yang memberikan keuntungan sosial atau paling tidak mengurangi beban biaya sosial faktor-faktor sosial harus diperhitungkan dalam setiap program pembangunan, dan bagaimana pembangunan menciptakan keadaan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin.


B. PERENCANAAN PARTISIPATIF

Proses perencanaan pembangunan melibatkan beberapa komponen utama yaitu : pemerintah, masyarakat dan pihak swasta sebagai stakeholders, berbagai metode pendekatan perencanaan yang lazim dikenal selama ini lebih menekan pada arus perencanaan dari atas ke bawah (top down) dan dari bawah keatas (bottom up), perencanaan demokratis (democratic planning) dan perencanaan partisipatif (participatory planning).
Perencanaan partisipatif, adalah metode dimana dalam merencanakan pembangunan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting sejak perencanaan dimulai hingga pelaksanaan program melibatkan masyarakat secara aktif sebagai pelaku pembangunan serta penikmat pembangunan, bagaimana informasi dikumpulkan dari tangan pertama atau dari lembaga swadaya masyarakat atau petugas lapangan yang oleh beberapa negara telah disiapkan untuk itu misalnya departemen pertanian, sehingga informasi bisa diperoleh secara cepat dan akurat.
Perencanaan pembangunan dilakukan secara berjenjang mulai ditingkat pusat hingga ditingkat lokal dengan proses desentralisasi perencanaan, mengingat bahwa perencanaan ditingkat lokal akan menjadi efektif, kemudian diajukan ketingkat nasional. Beberapa negara telah melakukan desentralisasi guna mendorong perean serta masyarakat dan meningkatkan kwalitas perencanaan, sebagaimana di Cina yang telah melakukan desentralisasi perencanaan sampai pada tingkat masyarakat bawah (grass roots), namun terintegrasi dalam rangka rencana nasional, dengan membagi unit-unit daerah mulai dari propinsi, kota sampai daerah otonom, bahkan sampai pada tingkat tim produksi di pedesaan dan kampung-kampung yang ada di daerah pedesaan, komunikasi dilakukan menurut hirarki dan dibawah pengawasan yang ketat, dengan memanfaatkan saluran komunitas yang dibentuk, yaitu dengan mendirikan suatu struktur organisasi yang efektif yang memungkinkan komunikasi antara tingkat desa dan nasional melalui hirarki tingkat perencanaan menengah, dan mendesentralisasikan beberapa bentuk pengambilan keputusan ke tingkat daerah, sehingga masyarakat merasakan keterlibatan dalam pembangunan, dan membangunan mekanisme kontrol pada masing-masing level baik nasional maupun daerah.
Pembangunan yang berorientasi pada rakyat, sangat menentukan keberhasilan pembangunan khususnya negara-negara yang berbasis pertanian, dimana pembangunan pedesaan sebagai sentra dari pertanian menjadi perhatian utama, bagaimana faktor-faktor produksi tersedia dengan cukup dan layak, sepertinya halanya lahan untuk pertanian dan perkebunan tersediad alam jumlah yang luas dan cukup untuk berproduksi secara effisien serta penggunaan teknologi, peralatan modern, dan tehnik-tehnik pertanian yang modern, sehingga peran masyarakat pedesaan dalam pembangunan pertanian menjadi lebih konkrit, tidak seperti halnya yang terjadi di Indonesia dimana petani hanya memiliki lahan yang hanya mampu berproduksi pada standar subsisten untuk bertahan hidup, untuk itu perlu dilakukan reformasi agraria, dan peningkatan keberdayaan rakyat pedesaan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Pergerakan ekonomi kerakyatan dalam bentuk koperasi dapat menjadi dasar partisipasi masyarakat dalam pembangunan aktif, sebagian dari keuntungan yang diperoleh digunakan untuk kegiatan sosial sebagai pola yang dilakukan di Peru, seperti yang dikatan Roberto dalam Norman Long ; Model SIAS (Persatuan Agraria untuk kepentingan Sosial) merupakan suatu reformasi yang sederhana ia bukan merupakan suatu ekonomi koperasi yang dipusatkan serta tidak juga merupakan satu usaha dagang yang yang dikuasai oleh negara. Pembentukan SIAS memungkinkan pemerintah melahirkan partisipasi sosial dan ekonomi. Hal ini juga berlaku bagi sistem perkoperasian kita yang juga menyisihkan keuntungan sebagai dana pembangunan sosial, namun keberadaan koperasi belum dapat menghasilkan keuntungan yang besar dalam tatanan ekonomi masyarakat dan negara.
Perencanaan partisipatif perlu dilakukan secara konprehensif bagaimana membangun persepsi masyarakat dalam pembangunan, dengan meciptakan kerangka fikir, mengidentifikasi masalah dan sebab-sebab permasalahan, membangunan partisifasi masyarakat, dan menyelesaikan langsung pada akar masalahnya secara bersama-sama, melalui suatu hirarki masing-masing. Agar pembangunan yang dilaksanakan langsung menyentuh rakyat.

Rabu, 23 Februari 2011

MUDAHNYA MENGGAPAI HARAPAN


Sehari-hari setiap detik dalam kehidupan Saya, Anda, Kita dan Mereka tentu telah pernah berdo’a dan selalu berdo’a, “Tiada Hari Tanpa Do’a”, gitu kira-kira Motto Hidup Manusia sebaiknya ya?. Memohon kepada Allah ; agar sukses, agar diberi rezeki yang banyak, diberi kemudahan dalam setiap urusan, dipanjangkan umur dan diberi kesehatan serta ditetapkan iman banyak lagi permintaan yang dimohonkan kepada Allah. Sejak pagi ketika bangun tidur, ketika keluar dari rumah, ketika memulai suatu pekerjaan, laki-laki, perempuan, tua, muda, remaja hingga anak-anak selalu berdo’a.
Para orang tua berdo’a untuk anak dan keturunannya, sang anak mendo’akan ayah dan ibunya, suami berdo’a untuk keluarganya begitu pula sang istri berdo’a untuk suami dan anaknya.
Tapi ingat lho kita juga harus berusaha jangan cuma hanya berdo’a aja, mang ada beras turun langsung dari langit, mang ada duit langsung blek… jatuh di depan sejadah, mang ada cewek cantik lagi shalehah langsung hadir di depan rumah (kalo berdo’a minta jodoh ya…) tentu enda khaan???… yah harus usaha lahh. Tapi ati-ati juga nanti kejebak pada kesombongan, “ini nih murni hasil kerja keras gua”, katanya dengan bangga memamerkan mobil baru hasil dari bonus kerja karena telah melampaui target pemasaran, berkat kerja kerasnya selama ini, tau dari hasil lobby proyek.
Mungkin kita perlu dengan bijak mengisi kehidupan ini, hendaklah kita selalu mengharap dibimbing dan diiringi oleh Allah. Begitu pentingkah do’a dalam kehidupan kita? Yakin dan seyakin-yakinnya jawablah dengan kata “YA”. Memang do’a adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, tanpa do’a ketika melakukan suatu perbuatan manusia bisa dikategorikan sebagai orang-orang yang sombong (Emang kita yang menentukan suatu keberhasilan), sedang do’a saja tanpa usaha adalah sia-sia, karena do’a pada hakekatnya adalah wujud komunikasi antara hamba dengan Al khaliq penciptanya.
Permintaan dan permohonan dipanjatkan oleh orang-orang yang merindukan keterpisahan dari keadaan yang terjadi sekarang menjadi sesuatu yang lebih baik dimasa datang, Do’a mampu menghasilkan kekuatan-kekuatan yang maha dahsyat. Energi do’a mampu melambung ketingkat yang tertinggi, menembus langit ke aras Rabbul Ijjati di dalam kesempurnaan, membelah gunung dan samudra, melintasi benua dan bahkan menembus ruang dan waktu, yang terpisah oleh daerah dan negara, bahkan orang-orang yang terpisah alam dengan kita orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang, mampu ditembus oleh yang namanya do’a, di dalamnya terdapat semua kebutuhan manusia baik itu materil maupun non materil, kebutuhan jasmani dan rohani, bahkan do’a dapat memenuhi segala kebutuhan manusia dunia dan akhirat kelak.
Yah . . , kalau memohon, kalau meminta mbo ya …yang logislah, kira-kira dapat ditindaklanjuti dengan perbuatan nda dan logis menurut akal fikir, bukan meminta sesuatu yang mustahil apalagi dengan cara ngotot (itu lho pake perantara dedemit tau dedengkot kalee.. biar cepat kabul katanya), Do’a adalah rentangan kehendak dan hasrat manusia, pemantapan tiang-tiang agama, pelestarian kehendak dan aqidah suci manusia, “maka itu jangan dikotori ya…”dengan media yang macam-macam itu loh.
Minta aja sekedar keperluan hidup, bukan keperluan yang diada-adakan dan bukan pula mengada-ada. Ia bukanlah kesendirian, tetapi suatu kesatuan antara hasrat, kemungkinan dan kenyataan.
Siapakah yang seharusnya berdo’a ? Mereka adalah orang-orang yang dengan segenap potensi yang ada, dengan penuh rasa cinta dan keguncangan serta kelembutan, penuh harap dalam ketidak mampuan, mengharapkan sesuatu yang tidak ada agar menjadi kenyataan.
Aku jadi teringat bahwa ; Allah telah mengajarkan kepada kita dalam KitabNya yang agung sebuah cara meminta “Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al A’raf 55)
Nah tuh kan sudah aku bilang kalo meminta kepad Sang Pencipta “minta yang wajar jangan mengada-ada, Allah tidak suka orang yang melampaui batas”
Sumber hakiki dalam segala keberhasilan manusia adalah kehendak dan ridha Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Memiliki Segala Sesuatu. Dialah pemilik segala kekuasaan, yang menciptakan dan menyediakan segala kebutuhan baik di langit maupun di bumi dan pada diri manusia sendiri yang diperlukan guna pencapaian segala keberhasilan. Untuk itu kita wajib dan selalu memohon kepada Nya, agar dianugerahi keberuntungan. sebagaimana Allah telah berjanji ”Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Al Ghafir : 60)
Sungguh sebuah kesempatan emas bagi kita, hal ini dipertegas pula oleh Kekasih Allah Muhammad SAW sesuai dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh imam Tarmidzi” Tiap muslim di muka bumi yang memohonkan suatu permohonan kepada Allah, pastilah permohonannya dikabulkan oleh Allah, selama ia mendo’akan hal yang tidak membawa kepada dosa atau memutuskan kasih sayang” Karena itulah Rasul mengatakan do’a sebagai tulang punggung ibadah yang akan memberi manfaat pada orang yang berdo’a.
Nah saudara-saudaraku sekalian. Kapan kita mulai berdo’a ? hendaknya do’a dilakukan sebelum atau pada saat akan memulai pekerjaan dan perbuatan, bermohonlah terlebih dahulu kepada Allah, kemudian berulah kita melalukan suatu usaha, keduanya do’a dan usaha harus dilakukan dengan seimbang. Lakukan apa yang kita mohon kepada Allah dengan usaha yang sungguh-sungguh, ketika memohon diberi ilmu yang bermanfaat, maka iringi dengan kesungguhan mencari ilmu, melalui proses belajar, berfikir, membaca, menulis, melakukan penelitian dan pengamatan, bereksperimen dan lain sebagainya.
Sungguh tidaklah mungkin sesuatu kita dapatkan dengan tiba-tiba walaupun ada pengeculian untuk orang-orang tertentu yang menjadi pilihan orang-orang yang sudah tidak memiliki hijab dengan Allah, orang-orang yang dikasihi dan mengasihi Allah. Bagi kita cukuplah dilakukan dengan usaha.
Demikian pula halnya, jika ingin mendapatkan rezeki yang banyak, maka barengilah do’a dengan berkerja keras dan bekerja cerdas. Buatlah persiapan, tetapkan kepastian tujuan tentang target yang ingin dicapai, optimalkan segala potensi diri, lakukan lebih banyak hal-hal baik yang harus dilakukan, jalin kerjasama, perluas hubungan, ciptakan silturrahmi (networking lah ...), semua ini adalah sebab dari usaha agar berhasil memperoleh rezeki yang banyak dan bermanfaat.
Maka dari itu berdo’alah selalu sebelum dan ketika sedang melakukan pekerjaan sebagaimana yang diperingatkan Allah dalam surat Jum’ah ayat 10 : ”Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Enak toh... Sedap toh... hanya dengan mengingat Allah banyak-banyak kelak kita menjadi orang yang beruntung, ini janji Allah lhoo... bukan janji manusia, bukan janji siapa-siapa.
Ok ... saudara-saudara, para kaum kerabat dan handai tolan sekalian siapa yang ingin beruntung, tidak sia-sia dalam hidup dan sukses dalam hidup segeralah berdo’a, berdo’a dan berdo’a serta berusaha.