TITIK BALIK KEHIDUPAN
Desir angin dan gelombang yang saling berkejaran dipantai membawa ku pada sebuah lamunan. Pikiranku menerawang jauh oh... alangkah nikmatnya hidup ini jika seperti angin, hanya memberi kesejukan dan berprilaku seperti gelombang secara tertib perlahan dari laut menuju pantai, teratur bergantian, tidak terlihat ingin saling mendahului, hingga terhempas di bibir pantai.
Ditengah laut terlihat perahu nelayan timbul tenggelam, terayun-ayun dihempas gelombang kadang kelihatan dan terkadang tidak, fikiranku menerawang nikmatnya menjadi nelayan menggali rezeki yang disediakan Allah, sebuah kehidupan yang nda macam-macam, nda neko-neko apa didapatkan dari hasil tangkapan itu rezeki yang Allah berikan.
Tiba-tiba pukulan keras mendarat dibahuku ”Heeh Jangan melamun di pantai nanti kau kerasukan, dibawa hantu laut baru tahu” Kata temanku. ”Enda aku sedang berfikir tentang arti semua kehidupan ini”. Sebenarnya apa sih yang Allah SWT rencanakan untuk manusia, untuk saya, juga untuk Kau, dan untuk kita semua. Mengapa dan untuk apa kita dilahirkan? Bukankah kita sering mendengar bahwa ketika kita masih berumur empat bulan dalam kandungan ibu, ketika saat mulai terbentuknya jasad, dengan tulang rangka yang sudah utuh, dilengkapi dengan segala organ kemanusiaan yang sempurna dan lengkap, pada saat ruh ditiupkan oleh Allah ketika janin telah berwujud manusia, di kala itu sang cabang bayi berjanji kepada Allah SWT.
Pada saat itu ruh yang baru saja ditiupkan ke jasad cabang bayi dihadapkan pada dua pilihan jawaban yang diberikan oleh Allah SWT, yaitu ”Ya” atau ”Tidak”. Jika jawaban dari dialog itu adalah ”Ya”, maka cabang bayi dilahirkan dalam keadaan hidup artinya si cabang bayi mampu mengemban dan melaksanakan amanat sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi, jika pilihan jawaban kedua ”Tidak”, maka cabang bayi Insya Allah dilahirkan dalam keadaan tidak bernyawa atau hanya diberikan kesempatan sebentar saja untuk menghirup udara dunia, kemudian menghembuskan nafas terakhir, karena tidak mampu memikul beban amanat dari Allah SWT, atau mungkin dilahirkan dalam keadaan hidup namun tidak memiliki umur panjang, di jemput oleh Allah SWT sebelum memasuki aqil baliq, sebelum diri ternoda dengan kehidupan dunia, sebelum terlanjur berbuat dosa dan maksiat.
Tentang bagaimana dengan rezekinya ketika hidup di bumi, bagaimana cara memperoleh dan memanfaatkan rezeki yang Allah SWT sediakan, siapa yang akan menjadi jodoh dan pasangan hidupnya kelak, serta digunakan untuk apa ketika hidup di dunia, itulah yang menjadi tugas yang akan dilaksanakan khalifah di muka bumi. Pada kondisi demikian Allah SWT sebenarnya ingin menunjukkan kasih sayangnya kepada manusia, bahwa Allah SWT tidak ingin hambaNya hidup sia-sia di dunia yang kelak hanya berbuat dosa dan maksiat.
Akupun teringat oleh pesan Sang Maha Pencipta dalam KitabNya yang Agung ; ”Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah”. (Faathir : 11)
Demikianlah Allah SWT melalui Rasul Muhammad SAW mengajarkan dan menerangkan kepada kita tentang bagaimana proses kejadian manusia tidak ada satupun peristiwa yang luput dari pengawasan dan pengetahuan Allah SWT, begitu pula halnya dengan perjalanan hidup yang akan dilalui manusia di dunia setelah dilahirkan dan setuju dengan syarat-syarat sesuai dengan ketetapan oleh Allah SWT sebagai khalifahNya dimuka bumi.
Peristiwa demi peristiwa selalu dalam pengawasan Allah, sebuah sistem manajemen pengawasan yang paripurna, guna menunjang kualitas produk yang dihasilkan menjadi insan yang sempurna lahir bathin, Allah SWT tidak menginginkan kegagalan produk.
Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya mengapa ada anak manusia yang terlahir dalam keadaan kurang sempurna, cacat sebagian tubuh atau seluruh tubuh bayi yang akan dilahirkan, ini pun merupakan bagian dari kasih sayang Allah SWT, bahwa Allah SWT mencoba mengingatkan sebenarnya Allah SWT juga memberikan hak kepada kedua ibu bapak kita agar berperan serta aktif dalam menyediakan bahan baku utama untuk menghasilkan seorang anak manusia yaitu ”Nutfah” yang diproduksi oleh kedua anak manusia yang berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan (sperma dan ovum) dengan kualitas yang baik, bermutu dari sumber makanan yang halal dan baik, bagaimana jenis dan cara mendapatkan makanan itu.
Demikian pula wadah rahim yang layak, bagus dan sempurna, sebagai tempat bersemayamnya cabang bayi dalam kandungan ibu selama lebih kurang sembilan bulan sepuluh hari, disinilah saatnya seorang ibu mengambil perannya memberikan perhatian dan kasih-sayang terhadap cabang bayi, memberikan makanan dari sumber-sumber yang halal dan baik pula, menjaga keseimbangan makanan, tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan, memenuhi standar gizi dan kesehatan.
Kebutuhan rohani bagi si cabang bayi juga harus terpenuhi dengan asupan kalimat-kalimat Ilahi dari Kitab Sucinya Al Qur’an, serta tak lupa untaian kalimat Shalawat kepada Rasul yang Agung Muhammad SAW, dan syair-syair indah karya para ulama besar, agar kelak terlahir anak manusia yang memiliki kualitas, sesuai dengan kehendak dan ridha Allah SWT, dan kehendak kedua orangtua.
Menantikan kelahiran bagi aba dan umi, ayah dan bunda laksana berada di dua kutub antara harap dan cemas, gembira dan was-was khawatir apa yang akan terjadi jika kelak melahirkan, apakah mendapat anak yang sempurna, sehat, gagah tampan atau cantik atau akan lahir anak yang tidak sempurna fisik dan mentalnya, bukan itu saja bahkan Allah SWT pun khawatir terhadap kualitas manusia yang dilahirkan ini apakah memiliki kesempurnaan khususnya kesempurnaan bathin, karena melalui bathin inilah terpancar sifat pengabdian, agar kelak mereka anak Adam tidak lengah. Cacat bathin lebih buruk akibatnya dibandingkan dengan cacat fisik, sebagaimana kekhawatiran Allah SWT seperti ayat tersebut di bawah ini
”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Al a’raf :172)
Sebagian manusia memang dapat hidup di dunia dalam jangka waktu panjang, namun tidak menjalankan perintah Allah, lalai dalam menjalankan misi kemanusiaan dan kekhalifahan, agar tidak terjadi lagi sengketa bahwa sesungguhnya manusia sering lengah dan berdalih bahwa, mereka demikian karena tidak menerima ajaran dari orangtua, tidak pernah tahu tentang ajaran Allah dan Rasul Muhammad SAW, tidak pernah sampainya ajaran para Ulama dan Ustadz atau beberapa alasan lain, sehingga Allah perlu menegaskan agar anak Adam tidak lengah dengan keesaan Allah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar