PARADIGMA PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Oleh ; Jafar Sidik Salim
A. PERGESERAN PARADIGMA PEMBANGUNAN
Pada pertengahan awal masa pasca perang, pembangunan hanya ditinjau dari sudut ekonomi saja yang menjadi parameter pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, sebagai tujuan utama pembangunan artinya jika pertumbuhan ekonomi meningkat bahwa indikasinya akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan assumsi terjadi efek ganda (multiplier effect) dari produksi terhadap sektor lain, dan akan terjadi pemerataan pendapatan sebagai hasil dari trickle down effect, namun hal ini tidak berjalan sebagaimana harapan, yang terjadi justru menghasilkan ketimpangan pendapatan dan dampak yang sangat kecil pada sektor lain.
Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan sektor industri menghasilkan pembangunan yang tidak berimbang, dan sering mengesampingkan kepentingan manusia, pertumbuhan ekonomi yang mengesampingkan peningkatan kesejahteraan masyarakat menghasilkan struktur sosial ekonomi masyarakat yang timpang, jurang antara si kaya dan si miskin sangat lebar, pemilikan faktor-faktor produksi tertumpu pada golongan tertentu yang berorientasi kapital, hasil yang dicapai oleh negara berkembang yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi terpusat hanya pada kota-kota besar saja sementara di desa dan daerah yang jauh dari pusat kota cenderung tertinggal dari segala aspek yaitu : pendidikan, kesehatan, perumahan dan sarana prasarana serta fasilitas sosial lainnya Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan menghasilkan kerusakan lingkungan, memisahkan manusia dari lingkungannya, potensi-potensi lokal tergerus, menyebabkan arus urbanisasi meningkat tajam sehingga produktivitas desa menurun.
Era industri telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam membangun struktur dan sistem sosial masyarakat, sehingga melahirkan pradigma baru tentang pembangunan, menyajikan potensi-potensi baru yang penting guna memantapkan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia, keadilan dan kelestarian pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai suatu paradigma pembangunan oleh para ahli ekonomi dan perencana pembangunan, menjadi perhatian utama bahwa pertumbuhan ekonomi harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Pembangunan era pasca industri harus dibimbing oleh suatu paradigma baru yang didasarkan pada ide-ide, nilai-nilai, tehnik sosial dan teknologi alternatif. (Korten dan Syahrir, 1988). Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa dan perbedaan lokal. Mendukung sistem-sistem swaorganisasi yang dikembangkan disekitar satuan-satuan organisasi berskala manusia dan komunitas-komunitas swadaya. Tehnik ini mengutamakan bentuk-bentuk organisasi swadaya yang menonjolkan peranan individu dalam proses pengambilan keputusan dan menyerukan dipakainya nilai-nilai manusia dalam pembuatan keputusan, proses-proses membangun pengetahuannya didasarkan pada konsep-konsep dan metode-metode belajar sosial.
Secara jelas bahwa keputusan yang diambil dalam perencanaan pembangunan dalam dimensi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai sentral dari pembangunan center of development, karena rakyatlah yang kelak menikmati dan merasakan dampak dari pembangunan bukan para pengambil keputusan yang jauh dari objek pembangunan. Peran dari organisasi swadaya masyarakat serta jaringan kerja dalam pembangunan menjadi mitra, sebagai kekuatan baru dalam tatanan masyarakat yang saling bersinerji menunjang proses pembangunan, dinilai lebih effisien dan efektif sebagai pelaksana dan kontrol yang menciptakan skala ekonomi kecil, sebagai sektor-sektor penunjang, keanggotaan suatu kelompok memberikan sumber bagi kehidupan dan identitas emosional dan rasa aman, dan saling mengasihi, dalam jaringan masyarakat madani, yang sangat sulit didapatkan dalam pola produksi kapitalis, yang hanya berorientasi ekonomis.
Variabel non ekonomis perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pembangunan, seperti halnya faktor kependudukan, pendidikan dan kesehatan, dan fasilitas sosial lainnya, untuk meningkatkan kwalitas sumberdaya manusia, dan kwalitas kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai usaha untuk meningkatkan produksi melalui peranan buruh dan produktivitas tenaga kerja. Indikator keberhasilan pembangunan bukan hanya dari pembangunan fisik, sarana dan prasarana saja, namun lebih jauh dari pada itu bagaimana pembangunan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial yang pada kenyataannya lebih kompleks, bagaimana pembangunan yang memberikan keuntungan sosial atau paling tidak mengurangi beban biaya sosial faktor-faktor sosial harus diperhitungkan dalam setiap program pembangunan, dan bagaimana pembangunan menciptakan keadaan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin.
B. PERENCANAAN PARTISIPATIF
Proses perencanaan pembangunan melibatkan beberapa komponen utama yaitu : pemerintah, masyarakat dan pihak swasta sebagai stakeholders, berbagai metode pendekatan perencanaan yang lazim dikenal selama ini lebih menekan pada arus perencanaan dari atas ke bawah (top down) dan dari bawah keatas (bottom up), perencanaan demokratis (democratic planning) dan perencanaan partisipatif (participatory planning).
Perencanaan partisipatif, adalah metode dimana dalam merencanakan pembangunan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting sejak perencanaan dimulai hingga pelaksanaan program melibatkan masyarakat secara aktif sebagai pelaku pembangunan serta penikmat pembangunan, bagaimana informasi dikumpulkan dari tangan pertama atau dari lembaga swadaya masyarakat atau petugas lapangan yang oleh beberapa negara telah disiapkan untuk itu misalnya departemen pertanian, sehingga informasi bisa diperoleh secara cepat dan akurat.
Perencanaan pembangunan dilakukan secara berjenjang mulai ditingkat pusat hingga ditingkat lokal dengan proses desentralisasi perencanaan, mengingat bahwa perencanaan ditingkat lokal akan menjadi efektif, kemudian diajukan ketingkat nasional. Beberapa negara telah melakukan desentralisasi guna mendorong perean serta masyarakat dan meningkatkan kwalitas perencanaan, sebagaimana di Cina yang telah melakukan desentralisasi perencanaan sampai pada tingkat masyarakat bawah (grass roots), namun terintegrasi dalam rangka rencana nasional, dengan membagi unit-unit daerah mulai dari propinsi, kota sampai daerah otonom, bahkan sampai pada tingkat tim produksi di pedesaan dan kampung-kampung yang ada di daerah pedesaan, komunikasi dilakukan menurut hirarki dan dibawah pengawasan yang ketat, dengan memanfaatkan saluran komunitas yang dibentuk, yaitu dengan mendirikan suatu struktur organisasi yang efektif yang memungkinkan komunikasi antara tingkat desa dan nasional melalui hirarki tingkat perencanaan menengah, dan mendesentralisasikan beberapa bentuk pengambilan keputusan ke tingkat daerah, sehingga masyarakat merasakan keterlibatan dalam pembangunan, dan membangunan mekanisme kontrol pada masing-masing level baik nasional maupun daerah.
Pembangunan yang berorientasi pada rakyat, sangat menentukan keberhasilan pembangunan khususnya negara-negara yang berbasis pertanian, dimana pembangunan pedesaan sebagai sentra dari pertanian menjadi perhatian utama, bagaimana faktor-faktor produksi tersedia dengan cukup dan layak, sepertinya halanya lahan untuk pertanian dan perkebunan tersediad alam jumlah yang luas dan cukup untuk berproduksi secara effisien serta penggunaan teknologi, peralatan modern, dan tehnik-tehnik pertanian yang modern, sehingga peran masyarakat pedesaan dalam pembangunan pertanian menjadi lebih konkrit, tidak seperti halnya yang terjadi di Indonesia dimana petani hanya memiliki lahan yang hanya mampu berproduksi pada standar subsisten untuk bertahan hidup, untuk itu perlu dilakukan reformasi agraria, dan peningkatan keberdayaan rakyat pedesaan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Pergerakan ekonomi kerakyatan dalam bentuk koperasi dapat menjadi dasar partisipasi masyarakat dalam pembangunan aktif, sebagian dari keuntungan yang diperoleh digunakan untuk kegiatan sosial sebagai pola yang dilakukan di Peru, seperti yang dikatan Roberto dalam Norman Long ; Model SIAS (Persatuan Agraria untuk kepentingan Sosial) merupakan suatu reformasi yang sederhana ia bukan merupakan suatu ekonomi koperasi yang dipusatkan serta tidak juga merupakan satu usaha dagang yang yang dikuasai oleh negara. Pembentukan SIAS memungkinkan pemerintah melahirkan partisipasi sosial dan ekonomi. Hal ini juga berlaku bagi sistem perkoperasian kita yang juga menyisihkan keuntungan sebagai dana pembangunan sosial, namun keberadaan koperasi belum dapat menghasilkan keuntungan yang besar dalam tatanan ekonomi masyarakat dan negara.
Perencanaan partisipatif perlu dilakukan secara konprehensif bagaimana membangun persepsi masyarakat dalam pembangunan, dengan meciptakan kerangka fikir, mengidentifikasi masalah dan sebab-sebab permasalahan, membangunan partisifasi masyarakat, dan menyelesaikan langsung pada akar masalahnya secara bersama-sama, melalui suatu hirarki masing-masing. Agar pembangunan yang dilaksanakan langsung menyentuh rakyat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar