
Seandainya pembuatan perahu oleh Sangkuriang pada saat itu sukses, wah enda bisa kebayang apa jadinya negeri ini mungkin dah tenggelam Bandung dan sekitar atau sebagian Jawa Barat kali ya. "Lho kok bisa" sela rekanku yang biasa di panggil Apong. "ya iyalah kan nunggu banjir supaya perahunya bisa di pake" jawabku. "Ah Abah nih bisaaa... ajjaa" katanya. Gimana Bandung nda tenggelam tinggi Gunung Tangkuban Perahu 1.830 M di atas permukaan laut. iya.. ya seperti kisah Nabi Nuh AS aja buat perahu di atas gunung dan banjir besar datang, terus yang selamat hanya Nabi Nuh AS dan hewan serta beberapa pengikutnya yang ikut di dalam perahu, dan bumi yang asalnya nyatu terpisah menjadi 6 benua. (ya... gitu ya ceritanya) atau kata bahasa ilmiah pencairan gunung es biasa disebut Kala Glacial Worm. "eh betul nda ya ejaannya".
Atau mungkin juga menceritakan tentang odipus komplek kali ya? kata ku Kepada Mul. "Mungkin juga Pak" jawab nya. Ah sudahlah nanti aja lain waktu kita terusin cerita Sangkuriang, Dayang Sumbi dan Tangkuban Perahu itu, "tapi memang gunung itu seperti perahu yang tertangkup kok!", katanya Sangkuriang emosi karena gagal dan reflek nendang perahu yang sudah hampir jadi itu sehingga perahunya terbalik, jadi dech... Gunung Tangkuban Perahu, Seru...ya... ceritanya.
Oh ya katanya di kawasan Tangkuban Perahu itu sedang terjadi sengketa antara pemerintah dengan masyarakat sekitarnya, karena Menteri Kehutanan telah menunjuk pihak swasta PT Graha Rani Putra Persada sebagai pengelola kawasan wisata itu. Sedang masyarakat pengennya ijin itu dicabut, karena mengancam kelestarian, apalagi katanya tidak ada retribusi kepada daerah Bandung Barat dan Subang sebagai pemilik wilayah seharusnya daerah bisa dapat 30%. "Kok Bisa gitu yaa.. pak Menteri itu, enak-enaknya bagi-bagiin wilayah orang".
Memang luar biasa dan indahnya kawasan itu "sayang jika salah urus oleh para kapitalis itu" Aku membathin, luas dan dalamnya kawah yang pernah memuntahkan laharnya di bumi parahiyangan menambah keindahan dan daya tarik Tangkuban Perahu. Bagiku ini pengalaman pertama, maklum di Kalimantan nda ada gunung api. dan ini membuat aku merasa sangat-sangat kecil di hadapanNya, Masya Allah ..., Maha Suci Engkau Ya Allah, secara lirih aku ucapkan berulang-ulang sebagai ungkapan kagummku pada ciptaan Illahi Rabbi. "Engkau hantarkan kami kesini menyaksikan kekuasaanMu, Engkau ijinkan dan sampaikan hajat kami melihat Kebesaran dan KeangunganMU" melalui hambaMu yang Kau pertemukan kepada kami malam itu ketika makan Surabi (yang aneh-aneh menurut lidahku), yang sebelumnya Engkau tunda beberapa saat mungkin sebagai ujian bagi kami yang lemah ini, atau ada maksud lain yang kami tidak ketahui.
Disaat menyaksikan kebesaranMu, beberapa sohibku sebut saja ; Ifeb, Apong dan Nanda Sofi (begitu biasa mereka dipanggil), menikmati Kuda Kendaraan ciptaanMu, yang indah dan perkasa itu. Masya Allah kembali fikiranku menerawang, "kesempatan naik kuda inipun pernah Engkau tunda sehari sebelumnya ketika di Pantai dan hari ini Engkau kabulkan ketika di Gunung" Terima kasih Ya Allah. "Mba Mit nda mau naik Kuda" kataku, "Enda Ah, di kampungku juga banyak yang begini" jawabnya. Oh ya... ya di celebes juga banyak kuda, dan gunung juga ada. Kok di Kalimatan yang begini nda ada ya..? Mba ku yang satu ini ahli batu-batuan (kecuali batu ginjal) jadi setiap melihat batu selalu aku bertanya padanya, dan dijelaskan secara detil, maklum dia ini seorang dosen sebuah PTN di negerinya. Padahal aku juga nda ngerti betul apa yang dia sampaikan."He..He..He nda becanda kok"
Semua kami menikmati keindahan dan keagungan ciptaan Allah ini, dengan ekspresi masing-masing, Si Ulis dengan topi cowboy yang baru dibelinya pada pedagang dikawasan itu, "mungkin kepengen juga naik kuda tapi tak kesampaian" nda...nda untuk ke sawah katanya, karena Om ulis ini sedang penelitian tanaman padi. Aku dan temanku yang dari siJunjung (Pony namanya)asyik memperhatikan kawah dan tumbuhan sekitarnya dan diapun menjelaskan padaku tentang kawah itu, karena sebelumnya dia pernah praktik lapangan disini. Sementara sohibku yang satu lagi biasa dipanggil Mul asyik dengan cameranya, memang Mul ini hobby fotografi dan dialah yang selalu mengabadikan kami, "sepuluh detik tak bergerak" katanya, karena camera diset otomatis agar semua bisa ikut berpose. Asyik dech semua kami bisa terekam camera.
Setelah semua puas kami pun keliling melihat-lihat soufenir yang diperdagangkan di kawasan Tangkuban Perahu, ada yang membeli sandal, gantungan kunci, gelang dan pernak pernik sebagai kenangan, bahkan ada yang kepincut dengan alat kesenian tradisional Sunda, Mba Mit dan Nanda Sofi membeli suling dan angklung. Mo jadi seniman kalee...
Oh ya hampir lupa nanti tolong beliin makanan khas Sunda : Peyem dan snack khas Bandung tuk teman-teman di kosan ya..., "Rofan SMS tadi minta dibeliin".Sela temanku yang lain.
Kami pun pulang ke Bogor Terima Kasih Ya Rabb,Semoga perjalanan ini menambah iman dan keyakinan kami atas Ni'mat, Rahmat dan Anugrah yang Engkau berikan selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar